Jumat, 10 Mei 2013

EVALUASI PENDIDIKAN ( Hubungan Antara Pengukuran Tes, dan Penilaian )


By : ASPIKAL, S.Pd


Evaluasi merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses pendidikan karena bisa memberikan informasi tentang keberhasilan atau tidaknya dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam ilmu evaluasi ada beberapa istilah yang sering difahami secara tumpang tindih. Istilah-istilah tersebut adalah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Agar diperoleh pemahaman yang memadai, maka ketiga istilah tersebut perlu dijelaskan lebih detail.

a.       Pengertian Pengukuran (measurement)

Tidak ada satupun aktifitas di dunia ini yang bisa dipisahkan dari kegiatan pengukuran. Keberhasilan suatu program dapat diketahui melalui suatu pengukuran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bisa lepas dari kegiatan pengukuran. Penelitian-penelitian yang dilakukan dalam semua bidang selalu melibatkan kegiatan pengukuran, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, pengukuran memegang peranan penting, baik untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun untuk penyajian informasi bagi pembuat kebijakan.
Pada dasarnya pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Kemampuan seseorang dalam bidang tertentu dinyatakan dengan angka. Dalam menentukan karakteristik individu, pengukuran yang dilakukan harus sedapat mungkin mengandung kesalahan yang kecil. Kesalahan yang terjadi pada pengukuran ilmu-ilmu alam lebih sederhana dibandingkan dengan kesalahan pengukuran pada ilmu-ilmu sosial. Kesalahan pada ilmu-ilmu alam sebagian besar disebabkan oleh alat ukurnya, sedangkan kesalahan pengukuran dalam ilmu-ilmu sosial bisa disebabkan oleh alat ukur, cara mengukur, dan keadaan objek yang diukur (Djemari Mardapi, 2008).
Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) Pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu, seperti pengukuran yang dilakukan oleh seorang penjahit mengenai panjang lengan, kaki, lebar bahu, ukuran pinggang dan lain-lain. (2) Pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu, seperti pengukuran untuk menguji daya tahan mesin sepeda motor, pengukuran untuk menguji daya tahan lampu pijar, dan lain-lain. (3) Pengukuran untuk menilai yang dilakukan dengan menguji sesuatu, seperti pengukuran kemajuan belajar peserta didik dalam rangka mengisi nilai rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil belajar. Pengukuran jenis ketiga inilah yang dikenal dalam dunia pendidikan (Anas Sudiyono, 1996).
Hal-hal yang termasuk evaluasi hasil belajar meliputi alat ukur yang digunakan, cara menggunakan, cara penilaian, dan evaluasinya. Alat ukur yang digunakan bisa berupa tugas-tugas rumah, kuis, ujian tengah semester (UTS), dan ujian akhir semester (UAS). Pada prinsipnya, alat ukur yang digunakan harus memiliki bukti kesahihan (validitas) dan kehandalan (reliabilitas) yang tinggi.
Kesahihan atau validitas alat ukur dapat dilihat dari konstruk alat ukur, yaitu mengukur sesuatu yang direncanakan akan diukur. Menurut teori pengukuran, substansi yang diukur harus satu dimensi. Aspek bahasa, kerapian tulisan tidak diskor atau diperhitungkan bila tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Konstruksi alat ukur dapat ditelaah pada aspek materi, teknik penulisan soal, dan bahasa yang digunakan. Pakar di bidangnya atau teman sejawat merupakan penelaah yang baik untuk memberikan masukan tentang kualitas alat ukur yang digunakan termasuk tes.
Kesahihan alat ukur juga bisa dilihat dari kisi-kisi alat ukur. Kisi-kisi ini berisi materi yang diujikan, bentuk dan jumlah soal, tingkat berpikir yang terlibat, bobot soal, dan cara penskoran. Kisi-kisi yang baik adalah yang mewakili bahan ajar. Untuk itu pokok bahasan yang diujikan dipilih berdasarkan kriteria: (1) pokok bahasan yang esensial, (2) memiliki nilai aplikasi, (3) berkelanjutan, (4) dibutuhkan untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Hal lain yang penting adalah lamanya waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal ujian. Ada yang berpendapat, kisi-kisi ini sebaiknya disampaikan kepada peserta didik.
Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang sekecil mungkin. Tingkat kesalahan ini berkaitan dengan kehandalan alat ukur. Alat ukur yang baik memberi hasil konstan bila digunakan berulang-ulang, asalkan kemampuan yang diukur tidak berubah. Kesalahan pengukuran ada yang bersifat acakdan ada yang bersifat sistematik. Kesalahan acak disebabkan situasi saat ujian, kondisi fisik-mental yang diukur dan yang mengukur bervariasi. Kondisi mental termasuk emosi seseorang bisa bersifat variatif, dan variasinya diasumsikan acak. Hal ini untuk memudahkan melakukan estimasi kemampuan seseorang.
Kesalahan yang sistematik disebabkan oleh alat ukurnya, yang diukur, dan yang mengukur. Ada guru yang cenderung membuat soal tes yang terlalu mudah atau sulit, sehingga hasil pengukuran bisa underestimate  atau overestimate dari kemampuan yang sebenarnya. Setiap orang yang dites, teramsuk peserta didik, tentu memiliki rasa kecemasan walau besarnya bervariasi. Apabila ada peserta didik yang selalu memiliki tingkat kecemasan tinggi ketika dites, hasil pengukurannya cenderung underestimate dari kemampuan yang sebenarnya.
Dalam melakukan pengukuran, guru bisa membuat kesalahan yang sistematik. Kesalahan ini bisa terjadi pada saat penskoran, ada guru yang "pemurah" dan ada guru yang "mahal" dalam memberi skor. Bila murah dan mahal ini berlaku pada semua peserta didik, maka akan terjadi kesalahan yang sistematik. Sebalikya, bila hanya berlaku kepada peserta didik tertentu, maka akan terjadi bias dalam pengukuran.
Demikian kompleksnya masalah pengukuran sehingga dibutuhkan teori pengukuran. Saat ini ada dua teori pengukuran yang digunakan secara luas, yaitu teori tes klasik dan teori modern. Teori tes klasik berasumsi bahwa skor yang didapatkan seseorang dari hasil suatu pengukuran dapat diuraikan menjadi skor yang sebenarnya dan skor kesalahan. Asumsi lainnya adalah bahwa tidak ada hubungan antara skor yang sebenarnya dengan skor kesalahan. Dari kedua asumsi dasar ini, selanjutnya dikembangkan formula-formula atau rumus-rumus untuk mengetahui indeks kesahihan (validitas) dan indeks kehandalan (reliabilitas).
Ada beberapa kelamahan teori tes klasik, dan yang paling menonjol adalah ketergantungan statistik butir pada karakteristik kelompok yang diukur. Dengan demikian, besarnya statistik butir bervariasi dari satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Akibatnya, sulit membandingkan kemampuan kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, apalagi antar individu. Kelemahan ini sudah lama disadari, yaitu sejak dikembangkannya alat ukur yang digunakan pada bidang ilmu-ilmu alam atau teknologi. Alat ukur yang digunakan pada bidang ini tidak tergantung pada objek yang diukur, karena karakteristiknya tidak berubah-ubah selama objek yang diukur sama. Hal ini mudah difahami karena yang diukur adalah benda atau objek yang  mati. Berbeda dengan objek pada bidang pendidikan, yaitu manusia. Keadaan manusia seperti kondisi senang dan susah, selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga hasil pengukuran yang diperoleh belum tentu menunjukkan karakteristik individu yang sebenarnya. Oleh karena itu, dikembangkan teori pengukuran yang dapat mengatasi kelemahan teori klasik.
Teori klasik yang berkembang pada saat ini –yang disebut dengan teori modern- menggunakan beberapa asumsi dasar. Asumsi utamanya adalah peluang seseorang menjawab benar suatu butir tidak ditentuka oleh peluang menjawab butir yang lain, yang dikenal dengan asumsi independen. Teori modern ini berusaha untuk mengembangkan suatu analisis yang menghasilkan estimasi kemampuan seseorang tanpa dipengaruhi oleh alat ukur yang digunakan. Demikian juga statistik butir diusahakan agar tidak tergantung pada karakteristik individu yang diukur. Berdasarkan sifat-sifat ini, teori tes modern dikembangkan oleh banyak pakar pengukuran di dunia ini.

 Penilaian (assessment)

Penilaian merupakan komponen penting dalam proses dan penyelenggaraan pendidikan. Upaya menigkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait. Sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil penilaiannya. Selanjutnya, sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar dengan lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang diterapkan.
Menurut TGAT (1987), penilaian atau asesmen mencakup semua cara yang digunakan untuk unjuk kerja individu. Proses asesmen meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Bukti ini tidak melalui tes saja, tetapi juga dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri (self report). Definisi penilaian berkaitan dengan semua proses pendidikan, seperti karakteristik peserta didik, karakteristik metode mengajar, kurikulum, fasilitas, dan administrasi.
Seperti yang telah diuraikan di atas, penilaian mencakup cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu. Penilaian berfokus pada individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai oleh individu. Proses penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian kemajuan belajar peserta didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melalaui tes saja, tetapi juga bisa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri. Penilaian memerlukan data yang baik mutunya sehingga perlu didukung oleh proses pengukuran yang baik.
Paradigma penilaian sebagai suatu pembelajaran peserta didik telah dirintis lebih dari 20 tahun yang lalu, yaitu sebagai contoh cara mengubah lembaga melalui proses penilaian (Berno,1994). Pendekatan yang digunakan ini merupakan penegasan bahwa penilaian merupakan bagian dari cara membelajarkan seseorang. Evaluasi hasil belajar yang dalam pelaksanaannya didahului penilaian harus mampu mendorong peserta didik belajar lebih baik dan juga mendorong guru untuk mengajar lebih baik.
Menurut (Chittenden, 1991), kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran perlu diarahkan pada empat hal:
·         Penelusuran: yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran telah berlangsung sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Untuk kepentingan ini, guru mengumpulkan berbagai informasi sepanjang semester atau tahun pelajaran melalui berbagai bentuk pengukuran untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian kemajuan belajar anak.
·         Pengecekan: yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan-kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai bentuk pengukuran, guru berusaha untuk memperoleh gambaran menyangkut kemampuan peserta didiknya, apa yang telah berhasil dikuasai dan apa yang belum dikuasai.
·         Pencarian: yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan jalan ini, guru dapat segera mencari solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selamaproses belajar berlangsung.
·         Penyimpulan: yaitu untuk menyimpulkan tentang tingkat pencapaian belajar yang telah dimiliki peserta didik. Hal ini sangat penting bagi guru untuk mengetahui tingkat pencapaian yang diperoleh peserta didik. Selain itu, hasil penyimpulan ini dapat digunakan sebagai laporan hasil tentang kemajuan belajar peserta didik, baik untuk peserta didik itu sendiri, sekolah, orang tua, maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah untuk meningkakan kinerja individu atau lembaga. Usaha peningkatan kinerja harus didasarkan pada kondisi saat ini yang diperoleh melalui kegiatan penilaian atau asessmen. Data untuk kepentingan penilaian diperoleh dengan menggunakan alat ukur. Alat ukur yang banyak digunakan dalam penilaian pendidikan adalah tes. Agar diperoleh data yang akurat, tes yang digunakan harus memiliki bukti-bukti tentang kesahihan dan kehandalannya. Dengan demikian, peningkatan kualitas pendidikan memerlukan alat ukur yang sahih dan handal.

tes

Rounded Rectangle: Hasil belajartes  merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktifitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya. Fokus evaluasi adalah individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok atau kelas. Melalui evaluasi akan diperoleh informasi tentang apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai. Selanjutnya, informasi ini digunakan untuk perbaikan suatu program.
Tes prestasi belajar adalah salah satu alat ukur hasil belajar yang dapat mencakup semua kawasan tujuan pendidikan, Benyamin S. Bloom dalam (Azwar, 2003) membagi kawasan tujuan pendidikan mejadi tiga bagian, yaitu kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotorik. Robert L. Ebel 1979 dalam (Azwar, 2003) menambahkan bahwa fungsi utama tes prestasi dikelas adalah mengukur prestasi belajar para siswa. Tes prestasi belajar disusun secara terencana untuk mengungkap apa yang oleh Cronbach 1970 dalam (Azwar, 2003) disebut sebagai performansi maksimal subjek (maximum performance).
Banyaknya penggunaan tes prestasi belajar dalam proses pengambilan keputusan dalam dunia pendidikan, selanjutnya menempatkan tes prestasi belajar dalam beberapa fungsi, yaitu fungsi penempatan (placement), fungsi formatif, fungsi diagnostik dan fungsi sumatif.
Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk klasifikasi individu kedalam bidang atau jurusan, fungsi formatif adalah penggunaan tes prestasi belajar guna melihat sejauh mana kemampuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pendidikan, fungsi diagnostik adalah penggunaan tes prestasi belajar untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera, dan semacamnya, sedang fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus dalam program pendidikan tersebut atau apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang program yang lebih tinggi. upaya memperbaiki pelaksanaan evaluasi pendidikan.
1.      Fungsi test
Secara umum test memiliki dua fungsi yaitu:
a.       Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hal ini test berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu
b.      Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, karena melalui test tersebut dapatdiketahui seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dicapai.
Macam-macam test
Menurut pelaksanaannya dalam praktek test terbagi atas:
§  Tes tulisan (written tes), yaitu test yang mengajukan butir-butir pertanyaan dengan mengharapkan jawaban tertulis. Biasanya test ini digunakan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
§  Test lisan (oral test), yaitu tes yang mengajukan pertanyan-pertanyaan dengan menghendaki jawaban secara lisan. Test ini juga dilakukan untuk aspek kognitif peserta didik.
§  Test perbuatan (performance test), yaitu tes yang mengajukan pertanyan-pertanyaan dengan menghendaki jawaban dalam bentuk perbuatan. Test ini digunakan untuk menilai aspek psikomotor/ keterampilan peserta didik.
Menurut fungsinya test terbagi atas:
§  Tes formatif (formative test), yaitu test yang dilaksanakan setelah selesainya satu pokok bahasan. Test ini berfungsi untuk menetukan tuntas tidaknya satu pokok bahasan. Tindak lanjut yang dapat dilakukan setelah diketahui hasil test formatif peserta didik adalah:
·         Jika materi yang ditestkan itu telah dikuasai, maka pembelajaran dilanjutkan dengan pokok bahasan yang baru.
·         Jika ada bagian-bagian yang belum dikuasai oleh peserta didik, maka sebelum melanjutkan pokok bahasan yang baru, terlebih dahulu diulangi atau dijelaskan kembali bagian-bagian yang belum di kuasai. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik
§  Tes sumatif (summative test), yaitu test yang diberikan setelah sekumpulan satuan program pembelajaran selesai diberikan. Disekolah test ini dikenal sebagai ulangan umum.
§  Test diagnostik (Diagnostic test), yaitu test yang dilakukan untuk menentukan secara tepat, jenis kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu.
Menurut waktu diberikannya test tergagi atas:
§  Pra test (pre test), yaitu test yang diberikan sebelum proses pembelajaran. Test ini bertujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Jenis-jenis pra test antara lain:
0.       Test persyaratan (Test of entering behavior), yaitu tes yang dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan dasar yang menjadi syarat guna memasuki suatu kegiatan tertentu.
1.       Input test (test of input competence), yaitu test yang digunakan menentukan kegiatan belajar yang relevan, berhubungan dengan kemampuan dasar yang telah dimiliki oleh peserta didik.
·         Test akhir (Post test), yaitu test yang diberikan setelah dilaksanakan proses pembelajaran. Tes tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kemajuan intelektual (tingkat penguasaan materi) peserta didik. Biasanya test ini berisi pertanyaan yang sama dengan pra test.
Menurut kebutuhannya, macam test antara lain:
·         Psycho test, yaitu test tentang sifat-sifat atau kecenderungan atau hidup kejiwaan seseorang (peserta didik).
·         IQ test, yaitu test kecerdasan. Test ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang (peserta didik).
·         Test kemampuan (aptitude test), yaitu test bakat. Test ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan atau bakat khusus yang dimiliki oleh seseorang.
Menurut jenisnya tes terbagi menjadi:
·         Test standar, yaitu test yang sudah dibakukan setelah mengalami beberapa kali uji coba (try out) dan memenuhi syarat test yang baik.
·         Test buatan guru, yaitu test yang dibuat oleh guru.
Menurut jenis waktu yang disediakan test terdiri atas:
·         Power test, yakni test dimana waktu yang disediakan untuk menyelesaikan test tidak dibatasi.
§  Speed test, yaitu test dimana waktu yang disediakan untuk menyelesaikan test dibatasi.

Macam-macam Tes Objektif

1.      Bentuk Tes Benar Salah (True False)
Bentuk tes benar salah memiliki soal yang berupa statemen. Statemen tersebut dapat disusun sedemikian rupa, ada yang benar dan ada yang salah.
a.       Kelebihan Tes Benar Salah
·         Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak memakan tempat yang banyak
·         Mudah dalam penyusunannya
·         Petunjuk mengerjakannya mudah dimengerti
·         Dapat digunakan berkali-kali
·         Objektif

b.      Kelemahan Tes Benar Salah

·         Mudah ditebak
·         Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan kemungkinan benar atau salah
·         Hanya dapat mengungkapkan daya ingat dan pengenalan kembali

c.       Petunjuk Penyusunan

·         Hindari kalimat negatif, yakni kalimat yang mengandung kata “tidak” atau “bukan”
·         Pernyataan harus disusun sedemikian rupa sehingga siswa yang memiliki pengertian samar-samar dapat terkecoh dalam menjawabnya
·         Dalam menyusun keseluruhan tes, diharapkan item yang mengandung “salah sedikit” cukup banyak

d.      Cara Melakukan Pen-skor-an Tes Benar Salah

·         Dengan Denda Menggunakan rumus :
Skor = Jumlah jawaban benar – Jumlah jawaban Salah

e.       Tanpa Denda
Menggunakan rumus : Skor = Jumlah jawaban yang benar


2.      Bentuk Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Tes pilihan ganda merupakan tes yang menggunakan pengertian/ pernyataan yang belum lengkap dan untuk melengkapinya maka kita harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban benar yang telah disiapkan.

a.       Pilihan ganda biasa (melengkapi pilihan)
Bentuk ini merupakan suatu kalimat pernyataan yang belum lengkap dan diikuti empat atau lima kemungkinan jawaban yang tepat dan melengkapi pernyataan tersebut.


b.      Hubungan antar hal (Sebab akibat)
Bentuk tes ini terdiri dari dua kalimat : satu kalimat pernyataan dan satu kalimat alasan. Ditanyakan apakah pernyataan memiliki hubungan sebab akibat atau tidak dengan alasan.

c.       Analisa Kasus
Bentuk tes analisa kasus ini menghadapkan peserta pada satu masalah.

d.      Membaca Diagram, atau table
Bentuk soal ini mirip dengan bentuk pilihan ganda biasa, hanya saja disertai dengan tabel.

e.       Asosiasi pilihan ganda
Bentuk soal ini sama dengan bentuk soal melengkapi pilihan, yakni suatu pernyataan yang tidak lengkap yang diikuti dengan beberapa kemungkinan, hanya perbedaan pada bentuk asosiasi pilihan ganda kemungkinan jawaban bisa lebih dari satu, sedangkan melengkapi pilihan hanya satu yang paling tepat.

Petunjuk :
Pilih A jika (1), (2) dan (3) benar
Pilih B jika (1) dan (3) benar
Pilih C jika (2) dan (4) benar
Pilih D jika hanya (4) yang benar
Pilih E jika semuanya benar



Saran Pembuatan Soal Pilihan Ganda
a) Pernyataan dan pilihan merupakan suatu rangkaian kalimat
b) Hindari pilihan yang tidak ada kaitannya satu sama lain
c) Buat pilihan yang mirip dengan jawaban kunci
d) Letak kunci jawaban sebaiknya tidak selalu berada pada tempat (poin) yang sama
e) Hindari kaitan antara satu soal dengan soal lainnya

Cara Memberikan Skor
a)      Tanpa Denda
Skor = Banyaknya jawaban yang benar

b) Dengan Denda

3.      Menjodohkan (Matching Test)
Menjodohkan terdiri atas satu sisi pertanyaan dan satu sisi jawaban, setiap pertanyaan mempunyai jawaban pada sisi sebelahnya.Siswa ditugaskan untuk memasangkan atau mencocokkan, sehingga setiap pertanyaan mempunyai jawaban yang benar.

a.       Saran Penulisan

·   Banyaknya jawaban di sebelah kanan lebih dari jawaban di sebelah kiri
·   Lebihnya jawaban hendaknya menunjukkan jawaban yang salah
·   Materinya setiap sisi baiknya mengenai satu pokok bahasan saja
·   Pisahkan menjadi dua kolom, kolom pertama memuat jawaban, nomor soal dan pertanyaan. Sedangkan kolom kedua memuat kode dan pilihan jawaban.

b.      Cara Memberikan Skor
Penskoran pada tes menjodohkan tidak diberikan denda terhadap jawaban yang salah
Skor = Jumlah jawaban benar

4.      Tes Isian (Complementary Test)
Tes isian terdiri dari kalimat yang dihilangkan (diberi titik-titik). Bagian yang dihilangkan ini yang diisi oleh peserta tes merupakan pengertian yang diminta agar pernyataan yang dibuat menjadi pernyataan yang benar.

Cara Memberikan Skor
Pada tes ini sulit dilakukan tebakan, sehingga tidak diperlukan denda terhadap jawaban yang salah. Maka rumus yang digunakan adalah :
Skor = Jumlah jawaban benar

****
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antara pengukuran (measurement), penilaian (assessment), dan evaluasi (evaluation) bersifat hirarkis. Pengukuran membandingkan hasil pengamatan dengan Kriteria, penilaian menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu perilaku, bisa perilaku individu atau lembaga. Sifat yang hirarkis ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan evaluasi melibatkan penilaian dan pengukuran. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri pada ukuran atau criteria tertentu, seperti menilai seseorang sebagai orang yang pandai karena memiliki skor tes inteligensi lebih dari 120, sedangkan evaluasi menacakup baik kegiatan pengukuran maupun penilaian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar