By : ASPIKAL, S.Pd
Evaluasi merupakan salah satu unsur terpenting dalam
proses pendidikan karena bisa memberikan informasi tentang keberhasilan atau
tidaknya dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam ilmu evaluasi ada
beberapa istilah yang sering difahami secara tumpang tindih. Istilah-istilah
tersebut adalah pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Agar diperoleh pemahaman
yang memadai, maka ketiga istilah tersebut perlu dijelaskan lebih detail.
a. Pengertian Pengukuran (measurement)
Tidak ada satupun aktifitas di dunia ini yang bisa
dipisahkan dari kegiatan pengukuran. Keberhasilan suatu program dapat diketahui
melalui suatu pengukuran. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
bisa lepas dari kegiatan pengukuran. Penelitian-penelitian yang dilakukan dalam
semua bidang selalu melibatkan kegiatan pengukuran, baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu, pengukuran memegang peranan
penting, baik untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun untuk
penyajian informasi bagi pembuat kebijakan.
Pada dasarnya pengukuran merupakan kegiatan penentuan
angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha
untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Kemampuan seseorang dalam bidang
tertentu dinyatakan dengan angka. Dalam menentukan karakteristik individu,
pengukuran yang dilakukan harus sedapat mungkin mengandung kesalahan yang
kecil. Kesalahan yang terjadi pada pengukuran ilmu-ilmu alam lebih sederhana
dibandingkan dengan kesalahan pengukuran pada ilmu-ilmu sosial. Kesalahan pada
ilmu-ilmu alam sebagian besar disebabkan oleh alat ukurnya, sedangkan kesalahan
pengukuran dalam ilmu-ilmu sosial bisa disebabkan oleh alat ukur, cara
mengukur, dan keadaan objek yang diukur (Djemari Mardapi, 2008).
Pengukuran yang bersifat kuantitatif itu dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu: (1) Pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji
sesuatu, seperti pengukuran yang dilakukan oleh seorang penjahit mengenai
panjang lengan, kaki, lebar bahu, ukuran pinggang dan lain-lain. (2) Pengukuran
yang dilakukan untuk menguji sesuatu, seperti pengukuran untuk menguji daya
tahan mesin sepeda motor, pengukuran untuk menguji daya tahan lampu pijar, dan
lain-lain. (3) Pengukuran untuk menilai yang dilakukan dengan menguji sesuatu,
seperti pengukuran kemajuan belajar peserta didik dalam rangka mengisi nilai
rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam bentuk tes hasil belajar.
Pengukuran jenis ketiga inilah yang dikenal dalam dunia pendidikan (Anas
Sudiyono, 1996).
Hal-hal yang termasuk evaluasi hasil belajar meliputi alat
ukur yang digunakan, cara menggunakan, cara penilaian, dan evaluasinya. Alat
ukur yang digunakan bisa berupa tugas-tugas rumah, kuis, ujian tengah semester
(UTS), dan ujian akhir semester (UAS). Pada prinsipnya, alat ukur yang digunakan
harus memiliki bukti kesahihan (validitas) dan kehandalan (reliabilitas) yang
tinggi.
Kesahihan atau validitas alat ukur dapat dilihat dari
konstruk alat ukur, yaitu mengukur sesuatu yang direncanakan akan diukur.
Menurut teori pengukuran, substansi yang diukur harus satu dimensi. Aspek
bahasa, kerapian tulisan tidak diskor atau diperhitungkan bila tujuan
pengukuran adalah untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam mata pelajaran
tertentu. Konstruksi alat ukur dapat ditelaah pada aspek materi, teknik
penulisan soal, dan bahasa yang digunakan. Pakar di bidangnya atau teman
sejawat merupakan penelaah yang baik untuk memberikan masukan tentang kualitas
alat ukur yang digunakan termasuk tes.
Kesahihan alat ukur juga bisa dilihat dari kisi-kisi alat
ukur. Kisi-kisi ini berisi materi yang diujikan, bentuk dan jumlah soal,
tingkat berpikir yang terlibat, bobot soal, dan cara penskoran. Kisi-kisi yang
baik adalah yang mewakili bahan ajar. Untuk itu pokok bahasan yang diujikan
dipilih berdasarkan kriteria: (1) pokok bahasan yang esensial, (2) memiliki
nilai aplikasi, (3) berkelanjutan, (4) dibutuhkan untuk mempelajari mata
pelajaran yang lain. Hal lain yang penting adalah lamanya waktu yang disediakan
untuk mengerjakan soal ujian. Ada yang berpendapat, kisi-kisi ini sebaiknya
disampaikan kepada peserta didik.
Hasil pengukuran harus memiliki kesalahan yang sekecil
mungkin. Tingkat kesalahan ini berkaitan dengan kehandalan alat ukur. Alat ukur
yang baik memberi hasil konstan bila digunakan berulang-ulang, asalkan
kemampuan yang diukur tidak berubah. Kesalahan pengukuran ada yang bersifat acakdan ada yang bersifat sistematik. Kesalahan acak disebabkan
situasi saat ujian, kondisi fisik-mental yang diukur dan yang mengukur
bervariasi. Kondisi mental termasuk emosi seseorang bisa bersifat variatif, dan
variasinya diasumsikan acak. Hal ini untuk memudahkan melakukan estimasi
kemampuan seseorang.
Kesalahan yang sistematik disebabkan oleh alat ukurnya,
yang diukur, dan yang mengukur. Ada guru yang cenderung membuat soal tes yang
terlalu mudah atau sulit, sehingga hasil pengukuran bisa underestimate atau overestimate dari kemampuan
yang sebenarnya. Setiap orang yang dites, teramsuk peserta didik, tentu
memiliki rasa kecemasan walau besarnya bervariasi. Apabila ada peserta didik
yang selalu memiliki tingkat kecemasan tinggi ketika dites, hasil pengukurannya
cenderung underestimate dari kemampuan yang sebenarnya.
Dalam melakukan pengukuran, guru bisa membuat kesalahan
yang sistematik. Kesalahan ini bisa terjadi pada saat penskoran, ada guru yang
"pemurah" dan ada guru yang "mahal" dalam memberi skor.
Bila murah dan mahal ini berlaku pada semua peserta didik, maka akan terjadi
kesalahan yang sistematik. Sebalikya, bila hanya berlaku kepada peserta didik
tertentu, maka akan terjadi bias dalam pengukuran.
Demikian kompleksnya masalah pengukuran sehingga
dibutuhkan teori pengukuran. Saat ini ada dua teori pengukuran yang digunakan
secara luas, yaitu teori tes klasik dan teori modern. Teori tes klasik
berasumsi bahwa skor yang didapatkan seseorang dari hasil suatu pengukuran
dapat diuraikan menjadi skor yang sebenarnya dan skor kesalahan. Asumsi lainnya
adalah bahwa tidak ada hubungan antara skor yang sebenarnya dengan skor
kesalahan. Dari kedua asumsi dasar ini, selanjutnya dikembangkan
formula-formula atau rumus-rumus untuk mengetahui indeks kesahihan (validitas)
dan indeks kehandalan (reliabilitas).
Ada beberapa kelamahan teori tes klasik, dan yang paling
menonjol adalah ketergantungan statistik butir pada karakteristik kelompok yang
diukur. Dengan demikian, besarnya statistik butir bervariasi dari satu kelompok
terhadap kelompok yang lain. Akibatnya, sulit membandingkan kemampuan kelompok
yang satu dengan kelompok lainnya, apalagi antar individu. Kelemahan ini sudah
lama disadari, yaitu sejak dikembangkannya alat ukur yang digunakan pada bidang
ilmu-ilmu alam atau teknologi. Alat ukur yang digunakan pada bidang ini tidak
tergantung pada objek yang diukur, karena karakteristiknya tidak berubah-ubah
selama objek yang diukur sama. Hal ini mudah difahami karena yang diukur adalah
benda atau objek yang mati. Berbeda
dengan objek pada bidang pendidikan, yaitu manusia. Keadaan manusia seperti
kondisi senang dan susah, selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga hasil
pengukuran yang diperoleh belum tentu menunjukkan karakteristik individu yang
sebenarnya. Oleh karena itu, dikembangkan teori pengukuran yang dapat mengatasi
kelemahan teori klasik.
Teori klasik yang berkembang pada saat ini –yang disebut
dengan teori modern- menggunakan beberapa asumsi dasar. Asumsi utamanya adalah
peluang seseorang menjawab benar suatu butir tidak ditentuka oleh peluang
menjawab butir yang lain, yang dikenal dengan asumsi independen. Teori modern
ini berusaha untuk mengembangkan suatu analisis yang menghasilkan estimasi
kemampuan seseorang tanpa dipengaruhi oleh alat ukur yang digunakan. Demikian
juga statistik butir diusahakan agar tidak tergantung pada karakteristik
individu yang diukur. Berdasarkan sifat-sifat ini, teori tes modern
dikembangkan oleh banyak pakar pengukuran di dunia ini.
Penilaian (assessment)
Penilaian merupakan komponen penting dalam proses dan
penyelenggaraan pendidikan. Upaya menigkatkan kualitas pendidikan dapat
ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem
penilaiannya. Keduanya saling terkait. Sistem pembelajaran yang baik akan
menghasilkan kualitas yang baik. Kualitas pembelajaran ini dapat dilihat dari
hasil penilaiannya. Selanjutnya, sistem penilaian yang baik akan mendorong guru
untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk
belajar dengan lebih baik. Oleh karena itu, dalam upaya peningkatan kualitas
pendidikan diperlukan perbaikan sistem penilaian yang diterapkan.
Menurut TGAT (1987), penilaian atau asesmen mencakup semua
cara yang digunakan untuk unjuk kerja individu. Proses asesmen meliputi
pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Bukti ini
tidak melalui tes saja, tetapi juga dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan
diri (self report). Definisi penilaian berkaitan dengan semua proses
pendidikan, seperti karakteristik peserta didik, karakteristik metode mengajar,
kurikulum, fasilitas, dan administrasi.
Seperti yang telah diuraikan di atas, penilaian mencakup
cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu. Penilaian berfokus pada
individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai oleh individu. Proses penilaian
meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian kemajuan belajar peserta
didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melalaui tes saja, tetapi juga bisa
dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri. Penilaian memerlukan data
yang baik mutunya sehingga perlu didukung oleh proses pengukuran yang baik.
Paradigma penilaian sebagai suatu pembelajaran peserta
didik telah dirintis lebih dari 20 tahun yang lalu, yaitu sebagai contoh cara
mengubah lembaga melalui proses penilaian (Berno,1994). Pendekatan yang
digunakan ini merupakan penegasan bahwa penilaian merupakan bagian dari cara
membelajarkan seseorang. Evaluasi hasil belajar yang dalam pelaksanaannya
didahului penilaian harus mampu mendorong peserta didik belajar lebih baik dan
juga mendorong guru untuk mengajar lebih baik.
Menurut (Chittenden, 1991), kegiatan penilaian dalam
proses pembelajaran perlu diarahkan pada empat hal:
·
Penelusuran:
yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran telah
berlangsung sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Untuk kepentingan ini,
guru mengumpulkan berbagai informasi sepanjang semester atau tahun pelajaran
melalui berbagai bentuk pengukuran untuk memperoleh gambaran tentang pencapaian
kemajuan belajar anak.
·
Pengecekan:
yaitu untuk mencari informasi apakah terdapat kekurangan-kekurangan pada
peserta didik selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai bentuk
pengukuran, guru berusaha untuk memperoleh gambaran menyangkut kemampuan
peserta didiknya, apa yang telah berhasil dikuasai dan apa yang belum dikuasai.
·
Pencarian:
yaitu untuk mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama proses
pembelajaran berlangsung. Dengan jalan ini, guru dapat segera mencari solusi
untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selamaproses belajar berlangsung.
·
Penyimpulan:
yaitu untuk menyimpulkan tentang tingkat pencapaian belajar yang telah dimiliki
peserta didik. Hal ini sangat penting bagi guru untuk mengetahui tingkat
pencapaian yang diperoleh peserta didik. Selain itu, hasil penyimpulan ini
dapat digunakan sebagai laporan hasil tentang kemajuan belajar peserta didik,
baik untuk peserta didik itu sendiri, sekolah, orang tua, maupun pihak-pihak
lain yang berkepentingan.
Tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah untuk
meningkakan kinerja individu atau lembaga. Usaha peningkatan kinerja harus
didasarkan pada kondisi saat ini yang diperoleh melalui kegiatan penilaian atau
asessmen. Data untuk kepentingan penilaian diperoleh dengan menggunakan alat
ukur. Alat ukur yang banyak digunakan dalam penilaian pendidikan adalah tes.
Agar diperoleh data yang akurat, tes yang digunakan harus memiliki bukti-bukti
tentang kesahihan dan kehandalannya. Dengan demikian, peningkatan kualitas
pendidikan memerlukan alat ukur yang sahih dan handal.
tes
tes merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam
meningkatkan kualitas, kinerja, atau produktifitas suatu lembaga dalam
melaksanakan programnya. Fokus evaluasi adalah individu, yaitu prestasi belajar
yang dicapai kelompok atau kelas. Melalui evaluasi akan diperoleh informasi
tentang apa yang telah dicapai dan apa yang belum dicapai. Selanjutnya,
informasi ini digunakan untuk perbaikan suatu program.
Tes prestasi belajar adalah salah satu alat ukur hasil
belajar yang dapat mencakup semua kawasan tujuan pendidikan, Benyamin S. Bloom
dalam (Azwar, 2003) membagi kawasan tujuan pendidikan mejadi tiga bagian, yaitu
kawasan kognitif, kawasan afektif, dan kawasan psikomotorik. Robert L. Ebel
1979 dalam (Azwar, 2003) menambahkan bahwa fungsi utama tes prestasi dikelas
adalah mengukur prestasi belajar para siswa. Tes prestasi belajar disusun
secara terencana untuk mengungkap apa yang oleh Cronbach 1970 dalam (Azwar,
2003) disebut sebagai performansi maksimal subjek (maximum performance).
Banyaknya penggunaan tes prestasi belajar dalam proses
pengambilan keputusan dalam dunia pendidikan, selanjutnya menempatkan tes
prestasi belajar dalam beberapa fungsi, yaitu fungsi penempatan (placement),
fungsi formatif, fungsi diagnostik dan fungsi sumatif.
Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi
belajar untuk klasifikasi individu kedalam bidang atau jurusan, fungsi formatif
adalah penggunaan tes prestasi belajar guna melihat sejauh mana kemampuan
belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pendidikan, fungsi diagnostik
adalah penggunaan tes prestasi belajar untuk mendiagnosis
kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang
dapat diperbaiki segera, dan semacamnya, sedang fungsi sumatif adalah
penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk memperoleh informasi mengenai
penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program
pelajaran. Tes sumatif merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan
hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus dalam
program pendidikan tersebut atau apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke
jenjang program yang lebih tinggi. upaya memperbaiki pelaksanaan evaluasi
pendidikan.
1.
Fungsi test
Secara umum test memiliki dua fungsi yaitu:
a.
Sebagai alat pengukur terhadap
peserta didik. Dalam hal ini test berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau
kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu
b.
Sebagai alat pengukur
keberhasilan program pengajaran, karena melalui test tersebut dapatdiketahui
seberapa jauh tujuan pembelajaran telah dicapai.
Macam-macam test
Menurut pelaksanaannya dalam praktek
test terbagi atas:
§
Tes tulisan (written tes),
yaitu test yang mengajukan butir-butir pertanyaan dengan mengharapkan jawaban
tertulis. Biasanya test ini digunakan untuk mengukur aspek kognitif peserta
didik.
§
Test lisan (oral test), yaitu
tes yang mengajukan pertanyan-pertanyaan dengan menghendaki jawaban secara
lisan. Test ini juga dilakukan untuk aspek kognitif peserta didik.
§
Test perbuatan (performance
test), yaitu tes yang mengajukan pertanyan-pertanyaan dengan menghendaki
jawaban dalam bentuk perbuatan. Test ini digunakan untuk menilai aspek
psikomotor/ keterampilan peserta didik.
Menurut fungsinya
test terbagi atas:
§
Tes formatif (formative test),
yaitu test yang dilaksanakan setelah selesainya satu pokok bahasan. Test ini
berfungsi untuk menetukan tuntas tidaknya satu pokok bahasan. Tindak lanjut
yang dapat dilakukan setelah diketahui hasil test formatif peserta didik adalah:
·
Jika materi yang ditestkan itu
telah dikuasai, maka pembelajaran dilanjutkan dengan pokok bahasan yang baru.
·
Jika ada bagian-bagian yang
belum dikuasai oleh peserta didik, maka sebelum melanjutkan pokok bahasan yang
baru, terlebih dahulu diulangi atau dijelaskan kembali bagian-bagian yang belum
di kuasai. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik
§
Tes sumatif (summative test),
yaitu test yang diberikan setelah sekumpulan satuan program pembelajaran
selesai diberikan. Disekolah test ini dikenal sebagai ulangan umum.
§
Test diagnostik (Diagnostic
test), yaitu test yang dilakukan untuk menentukan secara tepat, jenis kesulitan
yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu.
Menurut
waktu diberikannya test tergagi atas:
§
Pra test (pre test), yaitu test
yang diberikan sebelum proses pembelajaran. Test ini bertujuan untuk mengetahui
sejauh manakah materi yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta
didik. Jenis-jenis pra test antara lain:
0.
Test persyaratan (Test of
entering behavior), yaitu tes yang dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan
dasar yang menjadi syarat guna memasuki suatu kegiatan tertentu.
1.
Input test (test of input
competence), yaitu test yang digunakan menentukan kegiatan belajar yang
relevan, berhubungan dengan kemampuan dasar yang telah dimiliki oleh peserta
didik.
·
Test akhir (Post test), yaitu
test yang diberikan setelah dilaksanakan proses pembelajaran. Tes tersebut
bertujuan untuk mengetahui tingkat kemajuan intelektual (tingkat penguasaan materi)
peserta didik. Biasanya test ini berisi pertanyaan yang sama dengan pra test.
Menurut kebutuhannya, macam test antara lain:
·
Psycho test, yaitu test tentang
sifat-sifat atau kecenderungan atau hidup kejiwaan seseorang (peserta didik).
·
IQ test, yaitu test kecerdasan.
Test ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang (peserta
didik).
·
Test kemampuan (aptitude test),
yaitu test bakat. Test ini bertujuan untuk mengungkap kemampuan atau bakat
khusus yang dimiliki oleh seseorang.
Menurut jenisnya tes terbagi menjadi:
·
Test standar, yaitu test yang
sudah dibakukan setelah mengalami beberapa kali uji coba (try out) dan memenuhi
syarat test yang baik.
·
Test buatan guru, yaitu test
yang dibuat oleh guru.
Menurut jenis waktu yang
disediakan test terdiri atas:
·
Power test, yakni test dimana
waktu yang disediakan untuk menyelesaikan test tidak dibatasi.
§ Speed test, yaitu test dimana waktu yang disediakan untuk
menyelesaikan test dibatasi.
Macam-macam Tes Objektif
1. Bentuk Tes Benar Salah (True False)
Bentuk tes benar salah
memiliki soal yang berupa statemen. Statemen tersebut
dapat disusun sedemikian rupa, ada yang benar dan ada yang salah.
a.
Kelebihan Tes Benar Salah
·
Dapat mencakup bahan yang luas
dan tidak memakan tempat yang banyak
·
Mudah dalam penyusunannya
·
Petunjuk mengerjakannya mudah
dimengerti
·
Dapat digunakan berkali-kali
·
Objektif
b.
Kelemahan Tes Benar Salah
·
Mudah ditebak
·
Banyak masalah yang tidak dapat
dinyatakan hanya dengan kemungkinan benar atau salah
·
Hanya dapat mengungkapkan daya
ingat dan pengenalan kembali
c.
Petunjuk Penyusunan
·
Hindari
kalimat negatif, yakni kalimat yang mengandung kata “tidak” atau “bukan”
·
Pernyataan
harus disusun sedemikian rupa sehingga siswa yang memiliki pengertian
samar-samar dapat terkecoh dalam menjawabnya
·
Dalam
menyusun keseluruhan tes, diharapkan item yang mengandung “salah sedikit” cukup
banyak
d. Cara Melakukan Pen-skor-an Tes Benar Salah
·
Dengan
Denda Menggunakan rumus :
Skor = Jumlah jawaban benar –
Jumlah jawaban Salah
e. Tanpa Denda
Menggunakan rumus : Skor =
Jumlah jawaban yang benar
2.
Bentuk Pilihan Ganda (Multiple
Choice Test)
Tes pilihan ganda merupakan tes yang menggunakan
pengertian/ pernyataan yang belum lengkap dan untuk melengkapinya maka kita
harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban benar yang telah
disiapkan.
a. Pilihan ganda biasa (melengkapi pilihan)
Bentuk ini merupakan suatu
kalimat pernyataan yang belum lengkap dan diikuti empat atau lima kemungkinan
jawaban yang tepat dan melengkapi pernyataan tersebut.
b. Hubungan antar hal (Sebab akibat)
Bentuk tes ini terdiri dari
dua kalimat : satu kalimat pernyataan dan satu kalimat alasan. Ditanyakan apakah pernyataan memiliki
hubungan sebab akibat atau tidak dengan alasan.
c. Analisa Kasus
Bentuk tes analisa kasus ini
menghadapkan peserta pada satu masalah.
d.
Membaca Diagram, atau table
Bentuk soal ini mirip dengan bentuk pilihan ganda biasa,
hanya saja disertai dengan tabel.
e.
Asosiasi pilihan ganda
Bentuk soal ini sama dengan bentuk soal melengkapi
pilihan, yakni suatu pernyataan yang tidak lengkap yang diikuti dengan beberapa
kemungkinan, hanya perbedaan pada bentuk asosiasi pilihan ganda kemungkinan
jawaban bisa lebih dari satu, sedangkan melengkapi pilihan hanya satu yang
paling tepat.
Petunjuk :
Petunjuk :
Pilih A jika (1), (2) dan (3) benar
Pilih B jika (1) dan (3) benar
Pilih C jika (2) dan (4) benar
Pilih D jika hanya (4) yang benar
Pilih E jika semuanya benar
Saran Pembuatan Soal Pilihan Ganda
a) Pernyataan dan pilihan
merupakan suatu rangkaian kalimat
b) Hindari pilihan yang tidak
ada kaitannya satu sama lain
c) Buat pilihan yang mirip
dengan jawaban kunci
d) Letak kunci jawaban
sebaiknya tidak selalu berada pada tempat (poin) yang sama
e) Hindari kaitan antara satu
soal dengan soal lainnya
Cara Memberikan Skor
a) Tanpa Denda
Skor = Banyaknya jawaban yang
benar
b) Dengan Denda
b) Dengan Denda
3.
Menjodohkan
(Matching Test)
Menjodohkan terdiri atas satu sisi pertanyaan dan satu
sisi jawaban, setiap pertanyaan mempunyai jawaban pada sisi sebelahnya.Siswa
ditugaskan untuk memasangkan atau mencocokkan, sehingga setiap pertanyaan
mempunyai jawaban yang benar.
a.
Saran Penulisan
·
Banyaknya
jawaban di sebelah kanan lebih dari jawaban di sebelah kiri
·
Lebihnya
jawaban hendaknya menunjukkan jawaban yang salah
·
Materinya
setiap sisi baiknya mengenai satu pokok bahasan saja
·
Pisahkan menjadi dua kolom,
kolom pertama memuat jawaban, nomor soal dan pertanyaan. Sedangkan kolom kedua
memuat kode dan pilihan jawaban.
b.
Cara Memberikan Skor
Penskoran pada tes menjodohkan tidak diberikan denda
terhadap jawaban yang salah
Skor = Jumlah jawaban benar
4.
Tes Isian (Complementary Test)
Tes isian terdiri dari kalimat
yang dihilangkan (diberi titik-titik). Bagian yang dihilangkan ini yang diisi
oleh peserta tes merupakan pengertian yang diminta agar pernyataan yang dibuat
menjadi pernyataan yang benar.
Cara Memberikan Skor
Pada tes ini sulit dilakukan
tebakan, sehingga tidak diperlukan denda terhadap jawaban yang salah. Maka
rumus yang digunakan adalah :
Skor = Jumlah jawaban benar
Skor = Jumlah jawaban benar
****
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa hubungan antara pengukuran (measurement), penilaian (assessment),
dan evaluasi (evaluation) bersifat hirarkis. Pengukuran membandingkan
hasil pengamatan dengan Kriteria, penilaian menjelaskan dan menafsirkan hasil
pengukuran, sedangkan evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu
perilaku, bisa perilaku individu atau lembaga. Sifat yang hirarkis ini
menunjukkan bahwa setiap kegiatan evaluasi melibatkan penilaian dan pengukuran.
Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu mengandung arti
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri pada ukuran atau
criteria tertentu, seperti menilai seseorang sebagai orang yang pandai karena
memiliki skor tes inteligensi lebih dari 120, sedangkan evaluasi menacakup baik
kegiatan pengukuran maupun penilaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar